Sabtu, 18 April 2009

Sejarah Banyumas

Kabupaten Banyumas berdiri pada tahun 1582,
tepatnya pada hari Jum”at Kliwon tanggal 6 April 1582 Masehi, atau bertepatan tanggal 12 Robiul Awwal 990 Hijriyah.
Kemudian ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas Nomor 2 tahun 1990.

Keberadaan sejarah Kabupaten Banyumas tidak terlepas dari pendirinya yaitu Raden Joko Kahiman
yang kemudian menjadi Bupati yang pertama dikenal dengan julukan atau gelar ADIPATI MARAPAT (ADIPATI MRAPAT).

Riwayat singkatnya diawali dari jaman Pemerintahan Kesultanan PAJANG,
di bawah Raja Sultan Hadiwijaya.
Kisah pada saat itu telah terjadi suatu peristiwa yang menimpa diri (kematian) Adipati Wirasaba ke VI (Warga Utama ke I)
dikarenakan kesalahan paham dari Kanjeng Sultan pada waktu itu,
sehingga terjadi musibah pembunuhan di Desa Bener, Kecamatan Lowano, Kabupaten Purworejo (sekarang)
sewaktu Adipati Wirasaba dalam perjalanan pulang dari pisowanan ke Paiang.
Dari peristiwa tersebut untuk menebus kesalahannya maka Sultan Pajang,
memanggil putra Adipati Wirasaba namun tiada yang berani menghadap.

Kemudian salah satu diantaranya putra menantu yang memberanikan diri menghadap dengan catatan apabila nanti mendapatkan murka akan dihadapi sendiri,
dan apabila mendapatkan anugerah/kemurahan putra-putra yang lain tidak boleh iri hati.
Dan ternyata diberi anugerah diwisuda menjadi Adipati Wirasaba ke VII.
Semenjak itulah putra menantu yaitu R. Joko Kahiman menjadi Adipati dengan gelar ADIPATI WARGA UTAMA II.

Kemudian sekembalinya dari Kasultanan Pajang atas kebesaran hatinya dengan seijin Kanjeng Sultan,
bumi Kadipaten Wirasaba dibagi menjadi empat bagian diberikan kepada iparnya.
1. Wilayah Banjar Pertambakan diberikan kepada Kyai Ngabei Wirayuda.
2. Wilayah Merden diberikan kepada Kyai Ngabei Wirakusuma.
3. Wilayah Wirasaba diberikan kepada Kyai Ngabei Wargawijaya.
4. Wilayah Kejawar dikuasai sendiri dan kemudian dibangun dengan membuka hutan Mangli dibangun pusat pemerintahan dan diberi nama Kabupaten Banyumas.

Karena kebijaksanaannya membagi wilayah Kadipaten menjadi empat untuk para iparnya maka dijuluki Adipati Marapat.

Siapakah Raden Joko Kahiman itu ?
R. Joko Kahiman adalah putra R. Banyaksasro dengan ibu dari Pasir Luhur. R. Banyaksosro
adalah putra R. Baribin seorang pangeran Majapahit yang karena suatu kesalahan
maka menghindar ke Pajajaran yang akhirnya dijodohkan dengan Dyah Ayu Ratu Pamekas putri Raja Pajajaran.
Sedangkan Nyi Banyaksosro ibu R. Joko Kahiman adalah putri Adipati Banyak Galeh (Mangkubumi II) dari Pasir Luhur semenjak kecil R. Joko Kahiman diasuh oleh
Kyai Sambarta dengan Nyai Ngaisah yaitu putrid R. Baribin yang bungsu

Dari sejarah terungkap bahwa R. Joko Kahiman adalah merupakan
SATRIA yang sangat luhur untuk bisa diteladani oleh segenap warga Kabupaten Banyumas khususnya karena mencerminkan :
a. Sifat altruistis yaitu tidak mementingkan dirinya sendiri.
b. Merupakan pejuang pembangunan yang tangguh, tanggap dan tanggon.
c. Pembangkit jiwa persatuan kesatuan (Majapahit, Galuh Pakuan, Pajajaran) menjadi satu darah dan memberikan kesejahteraan ke kepada semua saudaranya.

Dengan demikian tidak salah apabila MOTO DAN ETOS KERJA UNTUK Kabupaten Banyumas SATRIA.

Candra atau surya sengkala untuk hari jadi Kabupaten Banyumas adalah “BEKTINING MANGGALA TUMATANING PRAJA” artinya tahun 1582.
Bila diartikan dengan kalimat adalah “KEBAKTIAN DALAM UJUD KERJA SESEORANG PIMPINAN / MANGGALA MENGHASILKAN AKAN TERTATANYA ATAU TERBANGUNNYA SUATU PEMERINTAHAN”.

PARA ADIPATI DAN BUPATI SEMENJAK BERDIRINYA
KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 1582

1. R. Joko Kahiman, Adipati Warga Utama II
2. R. Ngabei Mertasura (1560)
3. R. Ngabei Mertasura II (Ngabei Kalidethuk) (1561 -1620)
4. R. Ngabei Mertayuda I (Ngabei Bawang) (1620 - 1650)
5. R. Tumenggung Mertayuda II (R.T. Seda Masjid, R.T. Yudanegara I) Tahun 1650 - 1705
6. R. Tumenggung Suradipura (1705 -1707)
7. R. Tumenggung Yudanegara II (R.T. Seda Pendapa) Tahun 1707 -1743.
8. R. Tumenggung Reksapraja (1742 -1749)
9. R. Tumenggung Yudanegara III (1755) kemudian diangkat menjadi Patih Sultan Yogyakarta bergelar Danureja I.
10. R. Tumenggung Yudanegara IV (1745 - 1780)
11. R.T. Tejakusuma, Tumenggung Kemong (1780 -1788)
12. R. Tumenggung Yudanegara V (1788 - 1816)
13. Kasepuhan : R. Adipati Cokronegara (1816 -1830)
Kanoman : R. Adipati Brotodiningrat (R.T. Martadireja)
14. R.T. Martadireja II (1830 -1832) kemudian pindah ke Purwokerto (Ajibarang).
15. R. Adipati Cokronegara I (1832- 1864)
16. R. Adipati Cokronegara II (1864 -1879)
17. Kanjeng Pangeran Arya Martadireja II (1879 -1913)
18. KPAA Gandasubrata (1913 - 1933)
19. RAA. Sujiman Gandasubrata (1933 - 1950)
20. R. Moh. Kabul Purwodireja (1950 - 1953)
21. R. Budiman (1953 -1957)
22. M. Mirun Prawiradireja (30 - 01 - 1957 / 15 - 12 - 1957)
23. R. Bayi Nuntoro (15 - 12 - 1957 / 1960)
24. R. Subagio (1960 -1966)
25. Letkol Inf. Sukarno Agung (1966 -1971)
26. Kol. Inf. Poedjadi Jaringbandayuda (1971 -1978)
27. Kol. Inf. R.G. Rujito (1978 -1988)
28. Kol. Inf. H. Djoko Sudantoko (1988 - 1998)
29. Kol. Art. HM Aris Setiono, SH, S.IP (1998 - 2008)
30. drs.Mardjoko, MM (2008 - sekarang)

Asal-usul Baturraden

Baturraden berasal dari dua kata
yaitu Batur yang dalam bahasa Jawa berarti Pembantu, Teman, atau Bukit
Raden yang dalam bahasa juga berarti Bangsawan.
Cerita tentang Baturraden ada dua versi.
yaitu versi Kadipaten Kutaliman & versi Syekh Maulana Maghribi

Versi Kadipaten Kutaliman
Pada Ratusan tahun silam konon terdapat sebuah Kadipaten yang terletak 10 Km disebelah Barat Baturraden.
Adipatinya mempunyai beberapa anak perempuan & seorang gamel (pembantu yang menjaga kuda).
Salah Satu Anak Perempuannya jatuh cinta dengan gamel.
Cinta mereka dilakukan secara sembunyi-sembuyi.
Sesudah mendengar berita, bahwa anak perempuannya jatuh cinta dengan pembantunya,
sang Adipati marah & mengusir gamel & anak perempuannya dari rumah.
Diperjalanan dia melahirkan bayi didekat sungai,
kemudian mereka menamakannya sungai Kaliputra.
(Kali berarti Sungai & Putra berarti anak laki-laki).
Letaknya kira-kira 3 Km sebelah utara Kutaliman.
Akhirnya mereka menemukan tempat yang indah, & memutuskan untuk tinggal di tempat tersebut.
Berdasarkan versi pertama tersebut nama Baturaden seharusnya ditulis dengan dua “R”
karena versi tersebut berasal dari kata “Batur” & “Raden” menjadi “Baturraden”.

Versi Syekh Maulana Maghribi
Syekh Maulana Maghribi adalah seorang ulama. Dia seorang Pangeran dari Turki.
Suatu hari setelah Subuh, dia melihat cahay misterius bersinar disebelah Tenggara.
Dia ingin mengetahui darimana cahaya misterius itu datang & apa artinya.
Dia memutuskan untuk mencari tahu. Dan dia ditemani oleh sahabatnya, Haji Datuk. & pekerjanya.
Mereka berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut.
Kemudian setelah Syekh Maulana Maghribi sampai di Pantai Gresik,
cahaya misterius tersebut tampak disebelah Barat, & akhirnya mereka sampai di pantai Pemalang Jawa Tangah.
Ditempat ini Dia meminta para pekerjanya untuk pulang.
Sementara itu dia ditemani oleh Haji Datuk untuk melanjutkan perjalanannya
dengan jalan kaki menuju kearah Selatan sambil menyebarkan agama Islam.
Kemudian Syekh Maulana Maghribi tinggal di Banjar Cahayana.
Ditempat itu Dia terkena penyakit gatal yang serius dan susah disembuhkan.
Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia harus pergi ke Gunung Gora.
Sesudah sampai di lereng Gunung Gora Dia meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya& menunggu ditempat yang mengepulkan asap.
Ternyata disitu ada sumber air panas & Syekh Maulana Maghribi menyebutnya
” Pancuran Pitu” yang artinya sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air.
Setiap hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu,
dengan begitu dia sembuh dari penyakit gatalnya.
Orang sekitar menyebut Syekh Maulana Maghribi sebagai “Mbah Atas Angin”
karena Dia datang dari sebuah negeri yang jauh.
Dan Syekh Maulana Maghribi dinamakan Haji Datuk Rusuhudi ( Dalam bahasa Jawa berarti Batur yang Adil atau Pembantu Setia).
Tempatnya terkenal dengan satu “R” dan bernama “Baturaden”.
Karena Syekh Maulana Maghribi sembuh dari penyakit gatal & aman dilereng gunung Gora.
Selanjutnya Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi Gunung Slamet.
Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman.
Tempat dimana Syekh Maulana Maghribi sembuh dianggap sebagai tempat keramat oleh orang sekitar.
Banyak orang dari Purbalingga, Banjarnegara, & Pekalongan mengunjungi tempat tersebut pada Selasa Kliwon & Jum’at Kliwon.

Sejarah Musik Keroncong


Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara.
Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini.
Bentuk awal musik ini disebut moresco, yang diiringi oleh alat musik dawai.
Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya[1]. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.

Alat-alat musik :
Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola, ukulele, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara.

Pem-"pribumi"-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti

sitar India
rebab
suling bambu
gendang, kenong, dan saron sebagai satu set gamelan
gong.
Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup

ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E;
ukulele cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F);
gitar akustik (Ukulele dan Gitar menggatikan Sitar);
biola (menggantikan Rebab);
flut (mengantikan Suling Bambu);
selo;
kontrabas (menggantikan Gong)[2]
Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar dan selo mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen. Flut mengisi hiasan, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong.

Bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang menggunakan organ serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroTeks ini akan dicetak tebalncong.

Jenis-jenis keroncong
Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.

Keroncong asli
Keroncong asli memiliki bentuk lagu A - B - C. Lagu terdiri atas 8 baris, 8 baris x 4 birama = 32 birama, di mana dibuka dengan PRELUDE 4 birama yang dimainkan secara instrumental, kemudian disisipi INTERLUDE standar sebanyak 4 birama yang dimainkan secara instrumental juga. Alur akordnya seperti tersusun di bawah ini:

|V , , , |I , I7 , |IV , V7 , |I , , , | prelude diambil dari baris ke-7 (C1)
(A1) | I , , , | I , , , | V , , , | V , , , |
(A2) |II# , , , | II# , , , | V , , , | modulasi merupakan ciri keroncong asli
|V , , , | V , , , | V , , , |IV , , , | interlude standar utk semua lagu
(B1) | IV , , ,| IV , , ,|V7 , , , | I , , , |
(B2) |I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , I7 , |
(C1) |IV , V7 , |I , I7 , | IV , V7 , |I , , , |
(C2) | I , , , | V7 , , , | V7 , , ,| I , , , |
Keroncong asli diawali oleh voorspel terlebih dahulu, atau intro yang mengarah ke nada/akord awal lagu, yang dilakukan oleh alat musik melodi seperti seruling/flut, biola, atau gitar.

Langgam Keroncong
Bentuk lagu langgam ada dua versi. Yang pertama A - A - B - A dengan pengulangan dari bagian A kedua seperti lagu standar pop: Verse A - Verse A - Bridge B - Verse A, panjang 32 birama. Beda sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan. Penyanyi serba bisa Hetty Koes Endang misalnya, dia sering merekam lagu-lagu non keroncong dan langgam menggunakan irama yang sama, dan kebanyakan tetap dinamakan langgam. Alur akord-nya sebagai berikut:

Verse A | V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
Verse A |V7 , , , | I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
Bridge B |I7 , , , |IV , , , | IV , V , | I , , , | I , , , | II# , , , | II# , , , | V , , ,|
Verse A |V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |

Bentuk adaptasi keroncong terhadap tradisi musik gamelan dikenal sebagai langgam Jawa, yang berbeda dari langgam yang dimaksud di sini. Langgam Jawa antara lain lagu Yen Ing Tawang (Tawang suatu desa di Magetan) ciptaan [[Anjar Any]) lahir setelah tahun 1955, dan penyanyi yang terkenal dengan langgam jawa adalah Waljinah bintang Lomba Lagu Kembang Kacang di Surakarta tahun 1960. Langgam Jawa memiliki ciri khusus pada penambahan instrumen antara lain siter, kendang (bisa diwakili dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron, dan adanya bawa atau suluk berupa introduksi vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh. Tahun 1980 Langgam Jawa berkembang menjadi Campursari.

Stambul Keroncong
Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya diambil dari bentuk sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh awal abad ke-20 di Indonesia dengan nama Komedi stambul. Nama "stambul" diambil dari Istambul di Turki.

Alur akord Stambul Keroncong adalah sbb. (tanda - adalah tacet atau iringan tidak dibunyikan):

|I - - - | - - - - | - - - - |IV , , , | dibuka dg broken chord I utk mencari nada
|IV , , , |IV , , , |IV , V ,|I , , , |
|I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
|V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |
|I , , , |I , , , |I , , , |IV , , , |
|IV , , , |IV , , , |IV , V , |I , , , |
|I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
|V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |

Tokoh Keroncong
Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik keroncong adalah bapak Gesang. Lelaki asal kota Surakarta (Solo) ini bahkan mendapatkan santunan setiap tahun dari pemerintah Jepang karena berhasil memperkenalkan musik keroncong di sana. Salah satu lagunya yang paling terkenal adalah Bengawan Solo. Lantaran pengabdiannya itulah, oleh Gesang dijuluki "Buaya Keroncong" oleh insan keroncong Indonesia, sebutan untuk pakar musik keroncong.


Trivia
Asal muasal sebutan "Buaya Keroncong" berkisar pada lagu ciptaannya, Bengawan Solo. Bengawan Solo adalah nama sungai yang berada di wilayah Surakarta. Seperti diketahui, buaya memiliki habitat di rawa dan sungai. Reptil terbesar itu di habitanya nyaris tak terkalahkan, karena menjadi pemangsa yang ganas. Pengandaian semacam itulah yang mendasari mengapa Gesang disebut sebagai "Buaya Keroncong".

Referensi
^ "Seni Muzik Keroncong", Penerbit UKM, diakses Juni 2007
^ "SYNCRETIC SONG BASED FORMS: Keroncong", Musical Malaysia, diakses Juni 2007

Senin, 13 April 2009

THE TIELMAN BROTHER'S Sejarah ROCK N ROLL yang dilupakan Bangsanya



THE BEATLES MENIRU GAYA MEREKA,

Kita ngefans dengan group Band The Beatles, Jimmy Hendrix, atau Rolling Stones! Sebuah hal yang wajar karena mereka-mereka itu memang musisi handal yang albumnya selalu dikenang sepanjang masa.

Tapi jauh sebelum kejayaan mereka, Indonesia pernah mencatatkan sejarah mencetak band rock gokill pada akhir tahun 1960-an. Mereka bukan Koes Bersaudara ataupun Koesplus atau Pambers, mereka adalah The Tielman Brothers.

The Tielman Brothers adalah orang keturunan maluku yang besar Surabaya dan pindah ke Belanda untuk mengadu nasib. Mereka adalah kakak beradik dari pasangan Herman Tielman dan Flora Lorine Hess. Pasangan kakak beradik ini antara lain, Andy Tielman (lead guitar, vocals), Reggy Tielman (2nd lead guitar, vocals), Ponthon Tielman (double bass, vocals)Loulou Tielman (drums, vocals). Kebiasaan bermusik di keluarga yang kental lah yang membuat Tielman bersaudara ini sangat mahir dalam bermusik, dan menciptakan sound-sound yang aneh pada zamannya.

Cerita The Tielman Brothers dimulai ketika di Surabaya 4 bersaudara Tielman kecil sering memainkan lagu-lagu daerah pada tahun 1945. Mereka tampil saat sang Ayah yang berprofesi sebagai komandan tentara KNIL sering mengajak rekan-rekannya berpesta di rumah. Tak disangka ternyata penampilan kakak beradik ini sangat memukau penonton yang hadir dalam pesta itu. Karena yang hadir dalam pesta itu notabenenya adalah pejabat-pejabat maka The Tielman Brother tidak kesulitan untuk tampil di berbagai pagelaran musik.
Mereka pernah tampil di Timor-timur bahkan mereka pernah tampil di hadapan presiden Soekarno di Jakarta pada bulan Desember 1949. Saat itu mereka masih membawakan lagu-lagu dari Les Paul, Elvis Presley, Little Richard, Bill Haley, Fats Domino, Chuck Berry and Gene Vincent. Dan mulai saat itu mereka berkonsentrasi untuk memainkan rock n roll yang lebih garang.

Tahun 1957 mereka mendapat kesempatan untuk tour di Belanda, akhirnya The Tielman Brothers memutuskan untuk hijrah ke Belanda mengingat masa depannya akan lebih baik jika berada di negeri kincir angin itu. Penampilan pertama mereka adalah di Hotel De Schuur di Breda, dengan membawakan versi lain dari lagu Bye Bye Love nya The Everly Brothers. Setelah penampilan yang heboh di Belanda, The Tielman Brothers semakin dikenal di seluruh Belanda bahkan mereka sering diundang tampil di Belgia dan Jerman.

Pada awal tahun 1960 The Tielman Brothers merilis 4 lagu ciptaan mereka sendiri, lagu itu antara lain My Maria, You're Still The One, Black Eyes, dan Rock Little Baby. Lagu ciptaan mereka ternyata banyak disukai oleh orang-orang Belanda.
Orang-orang Belanda sering menyebut aliran musik The Tielman Brothers sebagai aliran Indorock. Orang Belanda menyebut Indorock karena kebanyakan band-band tersebut beranggotakan orang-orang Indonesia. Selain The Tielman Brothers ada juga Band Electric Johnny & his Skyrockets , The Crazy Strangers, The Crazy Rockers dan The Black Dynamites(Los Indonesios).

Sayang nampaknya di Indonesia sendiri eksistensi mereka kurang dikenal, orang Indonesia lebih menyukai The Beatles, Jimmy Hendrik, dan Rolling Stones. Padahal sebelum The Beatles terkenal Paul Mc Cartney pernah menonton band-band Indorock dan dia sangat terinspirasi akan musik-musik band indorock. Lalu teknik permainan gitar sang dewa gitar Jimmy Hendrik sebenarnya sudah dimainkan secara apik oleh The Tielman Brothers.
Jadi berbanggalah Indonesia pernah memiliki The Tielman Brothers.



Nasionalisme Indonesia Dalam "Ancaman"?

MOMENTUM Kebangkitan Nasional yang dikonstruksi pada tahun 1908 merupakan titik yang sangat signifikan bagi
kemunculan bangunan nasionalisme, kesadaran untuk bersatu, serta menyatukan keinginan bersama untuk merekatkan
elemen-elemen yang berbeda dalam satu naungan negara-bangsa yang bernama Indonesia.
Dari momentum Kebangkitan Nasional 1908 tersebut, paling tidak terdapat dua faktor yang sangat signifikan bagi
investasi Indonesia. Pertama, pemuda yang menunjukkan peran dan eksistensinya secara jelas untuk menjadi lokomotif
perubahan yang heroik bagi tercapainya kemerdekaan dan perjalanan kenegaraan serta kebangsaan Indonesia
pascakemerdekaan.

Pada konteks tersebut, semakin menegaskan bahwa pemuda memiliki posisi strategis dalam menggerakkan perubahan
dan menciptakan sejarah baru bangsa ini atau paling tidak menjadi trend setter sejarah Indonesia. Hampir seluruh
sejarah yang tercipta di negeri ini� dilakukan atas peran serta pemuda, seperti gerakan 1908, 1928, 1945, 1966, hingga
1998. Fenomena tersebut sekaligus menunjukkan betapa signifikannya keberadaan pemuda dalam konteks
keindonesiaan.

Dari gugusan sejarah Indonesia yang jangan pernah dilupakan adalah bahwa kontribusi terbesar terbentuknya sejarah
Indonesia karena adanya komitmen dan kesadaran yang tulus melalui peran pemuda di masa lalu. Namun, kita tentu
tidak berharap bahwa roda sejarah harus terhenti karena pemuda Indonesia hari ini kehilangan vitalitas ekspresi
perannya dalam perubahan keindonesiaan, menghadapi tantangan kesejarahan yang semakin berat, dengan
kecenderungan sosial yang semakin masif dan dinamis.

Kedua, dari lembaran sejarah Indonesia berikutnya, secara faktual tertoreh kontribusi daerah-daerah dalam proses
terbentuknya dan terpeliharanya konstruksi nasionalisme Indonesia. Melalui peran, komitmen, dan kesadaran yang tulus
dari daerah, bingkai persatuan dan kesatuan nasional, dalam kerangka mewujudkan kemerdekaan dan memaknai arti
kemerdekaan, sebagai pijakan bagi pembangunan bangsa yang menghimpun secara harmonis elemen-elemen daerah,
dalam tujuan dan cita-cita bersama: memajukan Indonesia, dapat disepakati, dan diimplementasikan secara bersama.
Komitmen dan ketulusan daerah dalam proses terbangunnya bangsa ini sangat tidak pantas untuk dipertanyakan
kembali. Goresan tinta sejarah bangsa ini teramat berarti bagi komponen bangsa ini, terutama daerah. Eksistensi daerah
saat ini tengah menampakkan keceriaannya, setelah sebelumnya tampak kusam akibat paradigma kekuasaan masa lalu,
yang memersepsi lahan sosial Indonesia dalam bingkai homogenisasi.

Pola tersebut selanjutnya menempatkan entitas daerah dengan segala bentuk, simbol, dan aktivitasnya sebagai sebuah
ancaman bagi ikatan nasionalisme atau integrasi nasional. Mungkin penerapan kebijakan homogenisasi tersebut
dianggap tepat, lantaran paham kedaerahan yang sempit terbukti di banyak negara menimbulkan persoalan yang
berimplikasi bukan saja pada ancaman persatuan dan kesatuan nasional, namun juga terjebak dalam konflik sosial
antaretnis berkepanjangan, yang pada akhirnya memorak-porandakan bangunan sejarah suatu bangsa.

Namun, fenomena daerah setelah beberapa waktu berjalan dapat menikmati "kebebasannya" dari kooptasi sentralisasi
yang berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, nyatanya belum berada dalam posisi yang kondusif. Kerap
dalam beberapa peristiwa, masih didapatkan kecenderungan yang mempertentangkan pusat dan daerah. Sehingga
muncul kecenderungan dekonstruksi nasionalisme bukan reformulasi nasionalisme yang menawarkan wajah
nasionalisme yang lebih baik.

Mungkin juga fenomena tersebut sebagai akibat apresiasi dan kepentingan daerah yang belum terakomodasi dalam
ruang yang semestinya. Sehingga kecenderungan-kecenderungan mengurangi dominasi kekuasaan pusat atas daerah
tak bisa dihindari. Hanya, memang dalam beberapa hal, kerap dipandang melebihi takaran yang seharusnya.
Peringatan Kebangkitan Nasional tahun ini (2006), idealnya mampu mengantarkan komponen bangsa ini pada
kontemplasi terhadap eksistensi nasionalisme yang tengah berada dalam ancaman. Nasionalisme kita yang tengah
berada dalam ancaman, paling tidak diindikasikan semakin panjangnya deretan persoalan kebangsaan, seperti besarnya
utang luar negeri, fenomena memudarnya rasionalitas dan praktik kriminalitas sosial yang terus diperagakan dalam lahan
sosial Indonesia sehingga muncul sebutan Republic of Horor atau Republic of Fear, menuntut Indonesia untuk memiliki
apa yang disebut nasionalisme baru atau paling tidak merevitalisasi nasionalisme kita yang sesungguhnya dibutuhkan
bangsa ini agar menjadi sebuah keniscayaan.

Langkah ini barangkali bisa menjadi salah satu alternatif, yang mampu memberikan sumbangan penting untuk turut
meminimalisasi pesimistis yang melanda sebagian besar warga negara, agar menempatkan kembali nasionalisme
sebagai sesuatu yang dipahami bersama dalam berbangsa dan bernegara serta mempertahankan nasionalisme dari
implikasi negatif globalisasi politik dan ekonomi.

Nasionalisme baru yang hendak ditumbuhkan, selain didorong kecenderungan adanya dekonstruksi berbagai hal, pada
sisi lain dalam konteks keidealan, Indonesia memang belum menemukan bentuk nasionalisme yang "konkret", selalu
berada dalam tahapan "pencarian bentuk" (metamorfosis).

Dalam pergumulan wacana seputar nasionalisme sejumlah ahli, semisal Cornelis Lay, mengungkapkan posisi
nasionalisme yang terimpit oleh dua kekuatan mahabesar: globalisasi dengan logika dan asumsi-asumsi universalitas,
uniformitas, dan sentralisasinya dengan etno-nasionalisme yang berjalan ke arah sebaliknya.

Di tengah impitan arus besar tersebut, nasionalisme baru Indonesia mestinya memiliki cita-cita bersama yang
dirumuskan dalam good society, dengan memaknai masa lalu dan merumuskan masa depan dalam kesatuan gerak
masa kini. Alangkah baiknya, untuk menopang proyeksi tersebut, mempertajam apa yang disebut prinsip
kewarganegaraan (citizenship), yang memiliki daya seduksi yang sangat besar dalam memenuhi hasrat setiap komunitas
dan umat manusia atas persamaan.

Mengapa citizenship layak mendapat perhatian dalam kerangka memperkuat nasionalisme kita? Paling tidak, citizenship
merepresentasikan kehendak untuk mengusung partisipasi kualitatif masyarakat, untuk mencapai civil society. Barangkali
kita akan sepakat bahwa tidak ada satu pun negara maju yang tidak berlandaskan masyarakat yang kualitatif dalam
segala hal. Pun lantaran kewarganegaraan layak dimengerti sebagai jantung dari konsep nasionalisme.

Dengan demikian, semestinya mulai hari ini dan ke depan, kita harus kembali membenahi anyaman sejarah bangsa yang
terkoyak di beberapa bagian. Membangun kembali keindahan sejarah melalui jalinan harmonis seluruh kekuatan bangsa,
termasuk elemen-elemen daerah. Upaya mengonstruksi keindonesiaan kita yang lebih baik merupakan sesuatu yang
sangat mungkin, seperti yang pernah dibuat pada tahun 1908, yang mampu mengumandangkan ikrar kebangsaan yang
menjadi embrio kebangkitan nasional, dengan kekuatan nasionalisme kita.***

Oleh:Ir. H. M.Q. ISWARA
Penulis, Ketua Forum Musyawarah Masyarakat Jawa Barat (Format Jabar) dan Ketua DPP KNPI

Nasionalisme Ditinjau dari Akarnya

Indonesia adalah Negeri Majemuk Terbesar di Dunia

Kekhawatiran akan merosotnya nasionalisme dan terjadinya disintegrasi nasional merebak di mana-mana akhir-akhir ini. Hal ini, antara lain, juga tercermin dalam simposium berjudul “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat Madani” yang diselenggarakan oleh Komisi Ilmu-ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2006, di mana penulis juga menyajikan makalah.

Di tengah wacana mengenai nasionalisme yang pada umumnya dimulai dari tengah�yakni langsung membicarakannya sebagai fenomena masyarakat modern yang dikaitkan dengan fenomena negara�penulis coba mengangkat isu yang masih kurang dibicarakan orang, yakni membicarakannya dalam konteks kondisi-kondisi dasar yang di dalamnya dibangun bangsa (nation), kebangsaan (nasionalitas), dan rasa kebangsaan (nasionalisme) Indonesia. Kondisi dasar yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suku bangsa.

Membicarakan suku bangsa sebagai kondisi dasar berarti menempatkan konsep-konsep bangsa, negara, dan nasionalisme secara posteriori. Dengan memahami suku bangsa sebagai kondisi dasar, diharapkan pemahaman kita tentang bangsa, kebangsaan, dan nasionalisme akan menjadi lebih sistematik dan jernih.

Corak kebangsaan dan nasionalisme sedikit banyak ditentukan oleh kondisi dasar tersebut, meskipun dalam perjalanan zaman niscaya ada distorsi-distorsi yang dapat mengubah sosok maupun muatan nasionalisme itu. Selanjutnya, dengan menempatkan negara dalam konteks ini, maka negara dipandang sebagai bagian dari wilayah analisis yang lebih luas, yakni sebagai external agent yang saling memengaruhi dengan kondisi-kondisi lokal.

Karena titik tolak pembicaraan ini adalah dari perspektif tradisional suku bangsa�suatu kesatuan sosial yang hidup di suatu teritorial tertentu, dan yang memiliki suatu kebudayaan�maka pergeseran konsep ini menjadi konsep kelompok etnik, sebagai konsekuensi dari proses menjadi kompleks masyarakat, menjadi penting dibicarakan.

Para ahli antropologi sependapat bahwa suku bangsa adalah landasan bagi terbentuknya bangsa. IM Lewis (1985: 358), misalnya, mengatakan bahwa “istilah bangsa (nation) adalah satuan kebudayaan� tidak perlu membedakan antara suku bangsa dan bangsa karena perbedaannya hanya dalam ukuran, bukan komposisi struktural atau fungsinya� segmen suku bangsa adalah bagian dari segmen bangsa yang lebih besar, meski berbeda ukuran namun ciri-cirinya sama”.
Meski pernyataan ini menuai banyak kritik, khususnya terkait dengan isu “homogenitas” ini, jelas bahwa para antropolog sangat peduli bahwa suatu konsep sosial budaya harus memiliki dasar empirik dalam kenyataan, bukan konsep yang dibangun di awang- awang. Konsep bangsa tentulah memiliki akar empirik, yakni dari suku bangsa.

Rasa kebangsaan

Kebangsaan (nationality) dan rasa kebangsaan (nationalism) saling berkaitan satu sama lain. Rasa kebangsaan, biasanya juga disebut nasionalisme, adalah dimensi sensoris�meminjam istilah Benedict Anderson (1991[1983]) Imagined Communities�merupakan konsep antropologi yang tidak semata-mata memandang nasionalisme sebagai prinsip politik.

Dimensi sensoris yang tak lain adalah kebudayaan ini memperjelas posisi antropologi yang berangkat dari konsep suku bangsa, kesukubangsaan, bangsa, dan kebangsaan, sebagaimana dibicarakan di atas. Inilah akar-akar bagi membicarakan rasa kebangsaan (nasionalisme) itu.
Rasa kebangsaan atau yang kerap kali juga disebut nasionalisme adalah topik baru dalam kajian antropologi. Nasionalisme sebagai ideologi negara-bangsa modern sejak lama adalah rubrik ilmu politik, sosiologi makro, dan sejarah.

Perhatian antropologi terhadap nasionalisme menempuh jalur yang berbeda dari disiplin-disiplin tersebut yang menempatkan negara sebagai titik awal pembahasan. Sejalan dengan tradisinya, antropologi menempatkan nasionalisme bersamaan dengan negara karena kesetiaan, komitmen, dan rasa memiliki negara tidak hanya bersifat instrumental�yakni keterikatan oleh prinsip politik�melainkan juga bersifat sensorik yang berisikan sentimen-sentimen, emosi-emosi, dan perasaan-perasaan.

Dalam dimensi ini, bangsa, kebangsaan, dan rasa kebangsaan menjadi suatu yang “imagined” (meminjam istilah Benedict Anderson), yang berarti “orang- orang yang mendefinisikan diri mereka sebagai warga suatu bangsa, meski tidak pernah saling mengenal, bertemu, atau bahkan mendengar. Namun, dalam pikiran mereka hidup suatu image mengenai kesatuan bersama. Itulah sebabnya ada warga negara yang mau mengorbankan raga serta jiwanya demi membela bangsa dan negara.

Nasionalisme baru

Tak seorang pun menyangkal bahwa bangsa Indonesia tersusun dari aneka ragam suku bangsa. Jelas bahwa tidak hanya suku bangsa yang beraneka ragam, melainkan juga ras, agama, dan golongan sosial-ekonomi.

Belum lagi fakta bahwa penduduk Indonesia yang jumlahnya kira-kira 250 juta itu hidup tersebar di kepulauan yang paling luas di dunia. Maka, keanekaragaman adalah kondisi dasar bangsa dan negara kita. Bilamana kita hendak membicarakan nasionalisme Indonesia, maka isu keanekaragaman itu patut menjadi landasan pertama pemahaman kita.
Nasionalisme kita adalah suatu konstruksi yang dibangun dan dipelihara posteriori. Sejarah perjuangan bangsa penuh heroik dalam mencapai kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah salah satu bagian konstruksi terpenting sehingga selama 60 tahun bagian ini menjadi perekat integrasi bangsa.

Sebagai suatu konstruksi posteriori, maka nasionalisme harus dijaga, dipelihara, dan dijamin mampu menghadapi perubahan zaman. Selain itu, nasion sebagai suatu yang “imagined” adalah entitas abstrak yang berisikan bayangan-bayangan, cita-cita, dan harapan-harapan bahwa nasion akan tumbuh makin kuat dan mampu memberikan perlindungan, kenyamanan, dan kesejahteraan hidup. Selama 60 tahun imajinasi itu hidup dan terpelihara, rakyat terus menggantungkan harapan bahwa suatu waktu kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan itu akan terwujud.

Namun, pertanyaan besar adalah seberapa lama dan kuat harapan-harapan itu bertahan? Bagaimanapun, harapan-harapan itu ingin disaksikan dalam wujudnya yang nyata oleh warga bangsa kita.

Apabila nasion adalah suatu yang “imagined”, maka nasionalisme adalah suatu ideologi yang menyelimuti imajinasi itu. Sebagaimana halnya imajinasi itu sendiri, maka nasionalisme pun akan mengalami kemerosotan apabila distorsi yang disebabkan oleh faktor-faktor lain dalam negara-bangsa ini semakin meningkat.

Secara internal kita berhadapan dengan fenomena meningkatnya kemiskinan, korupsi, konflik-konflik kepentingan partai dan golongan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketidakpastian pelaksanaan hukum, jurang generasi, dan banyak lagi; secara eksternal kita menghadapi fenomena global, seperti liberalisasi ekonomi, memudarnya ideologi, dan meningkatnya komunikasi lintas batas negara dan kebudayaan.

Tantangan internal dan eksternal tersebut niscaya memengaruhi kadar dan muatan nasionalisme kita. Nasionalisme kita hanya akan dapat dijaga dan dipelihara apabila kita secara mantap dan konsisten berupaya keras untuk meminimalisasi�kalau tak mungkin menghilangkan�fenomena internal di atas sehingga cukup kuat berkontestasi dengan bangsa-bangsa lain.
Barangkali ini adalah upaya yang jauh lebih keras dan berat dibandingkan bangsa-bangsa lain karena Indonesia adalah negeri majemuk terbesar di dunia. Sebagai bangsa majemuk terbesar, kita juga paling rentan perpecahan dan disintegrasi. Itulah sebabnya kita perlu memahami dan menyadari kondisi-kondisi dasar bangsa kita, antara lain, suku bangsa dan kesukubangsaan, sebelum kita berbicara tentang isu-isu lain, seperti nasionalisme sebagai prinsip politik.

Achmad Fedyani Saifuddin
Pengajar Departemen Antropologi UI, Anggota Forum Kajian Antropologi Indonesia

Mengelola Sumber Daya Alam Indonesia.?


Indonesia adalah negeri yang kaya raya sumberdaya alam (SDA). Tengok saja potensinya. Ikan di Laut Indonesia diperkirakan mencapai 6,2 juta ton, belum lagi kandungan mutiara, minyak, dan kandungan mineral lainnya; di samping keindahan alam bawah lautan. Dari potensi ikan saja, bisa diperoleh devisa lebih dari 8 miliar US dolar setiap tahunnya. Sementara itu, di daratan terdapat berbagai bentuk barang tambang berupa emas, nikel, timah, tembaga, batubara, dan sebagainya. Di perut bumi sendiri tersimpan gas dan minyak cukup besar. Kandungan emas di bumi Papua yang kini dikelola perusahaan asing PT. Freeport Indonesia misalnya, konon termasuk yang terbesar di dunia.
Dalam bidang perminyakan, hampir semua sumur minyak di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan raksasa minyak asing seperti Exxon (melalui Caltex), Atlantic Richfield (melalui Arco Indonesia), dan Mobil Oil. Selebihnya, Pertamina yang memproduksi. Belakangan muncul pengusaha-pengusaha swasta nasional yang ikut menyedot minyak untuk perusahaan mereka.
Di kehutanan, rata-rata hasil hutan di Indonesia kini diperkirakan mencapai sekitar 7-8 miliar US dolar. Yang masuk ke dalam kas negara hanya 17 persen, 83 persen masuk ke kantong pengusaha HPH. Akhirnya, rakyat yang memiliki hutan itu tidak kebagian apa-apa.
Jika kondisi seperti ini tidak segera dibenahi, boleh jadi akan timbul bencana ekonomi yang lebih berat dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pertanyaannya, mengapa hal itu bisa terjadi? Tidak sadar kalau kita kaya? Tidak tahu cara mengolahnya ? Atau kesemrawutan dalam pengelolaannya?
Dalam UUD 45, hutan dan barang tambang jumlahnya sangat besar, seperti garam, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, dan sebagainya adalah milik umum. Yang juga menjadi milik umum lainnya adalah jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, masjid, sekolah milik negara, rumah sakit negara, lapangan, dan sebagainya. Milik umum harus dikelola hanya oleh negara yang hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk fasilitas kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum. Sehingga pendidikan dapat gratis, listrik murah, dan sebagainya.
Semua yang menjadi milik umum tidak boleh dikuasai oleh perusahaan perorangan apalagi perusahaan asing. Jika itu tetap dilakukan, maka di masa yang akan datang kita akan semakin miskin dan sangat mungkin akan menjadi negara yang selalu mengemis kepada negara asing. Maukah kita seperti itu?!

NASIONALISME ATAS NEGERI INI...?




Mengapa saya memilih kata-kata diatas?..implikasinya agar kita selalu bertanya kepada diri kita sendiri..apakah kita masih perlu memupuk rasa nasionalisme pada diri kita ini ?..perlukah ?..Nasionalisme yang bagaimana ?
Mari kita diskusikan...apakah Nasionalisme bersepadan dengan loyalitas ?..tentunya hal ini kembali kepada masing masing individu yang menginterpretasikannya.
Apabila kita sedikit menengok ke belakang, mundur terus pada masa masa sebelum terbentuknya negeri ini, masa dimana berpuluh-puluh tahun silam keberadaan kerajaan di Nusantara ini yang sudah sedemikian maju dan termashur.
Para nenek moyang kita bercerita bagaimana Kerajaan Majapahit dengan luas cakupan wilayahnya, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram dan masih banyak lagi kerajaan kerajaan kecil yang merupakan unsur bagian dari negeri kita ini.

Negeri yang gemah ripah loh jinawi, kertaraharja tata tentrem. Sadarkah kita akan potensi negeri kita ini membuat para penjajah mati matian untuk mempertahankan penjajahan atas negeri kita ini..?


Sayang sekali, semakin berjalannya waktu dan semakin majunya jaman banyak para pemimpin negeri ini yang tidak bisa memanfaatkan potensi negeri kita ini.


Mereka cenderung memperlakukan potensi negeri ini dengan jalan pintas dan untuk kepentingan golongan mereka saja, alangkah naifnya manakala negeri yang sangat kaya ini namun masih banyak terdapat kemiskinan dimana-mana.


Bila kita berbicara mengenai pengelolaan potensi negeri ini, sedikit kita undurkan ingatan kita akan tokoh negeri ini, pendiri negeri ini dan pemersatu negeri ini.. SOEKARNO..


Sosok pemimpin negeri kita yang merintis dan membuat landasan pengelolaan negeri kita secara mandiri tanpa tergantung kepada pihak luar. disitu kita lihat bagaimana seorang Soekarno yang membangun negeri ini dengan berprinsip kemandirian. Bagaimana dia sampai membuat proyek proyek mercusuar yang membuat negeri kita semakin ditakuti.


Bila kita tarik benang merah, adalah bagaimana sebenarnya memperlakukan potensi yang ada di negeri kita ini dengan cara mengexplorasinya secara mandiri dan kalaupun kemampuan untuk itu masih terbatas, minimal konsep pembagian haruslah bertumpu pada kemajuan negeri kita.